Sebagai
makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lain, artinya mau tidak
mau manusia harus berkomunikasi satu sama lain. Hal ini mengacu pada kata Homo Socius, homo=manusia ; socius=teman. Dengan
kata lain manusia diciptakan tidak dengan kesendiriannya. Dari ia lahir hingga
wafatnya manusia pasti memiliki hubungan atau interaksi yang konkrit baik
secara langsung maupun secara tidak langsung dengan manusia lain sebagai teman
hidup.
Pada
dasarnya manusia cenderung untuk berada di dalam wilayah aman. Maksudnya adalah
setiap individu pasti mempunyai wilayah yang nyaman di mana terdapat individu
lain yang memiliki hubungan dekat dengannya. Manusia cenderung enggan keluar
dari wilayah nyaman itu untuk masuk ke dalam wilayah berani yang penuh dengan
tantangan. Salah satu alasannya adalah manusia enggan berkomunikasi dengan
individu yang belum dikenalnya.
Sebagai
sebuah insan, manusia juga memiliki keinginan yang besar untuk memperoleh
informasi dari dunia di sekitarnya. Hal ini mendorong seseorang untuk
berkomunikasi satu sama lain. Komunikasi itu sendiri adalah hubungan antara
seseorang dengan yang lain dan di dalamnya terkandung suatu pesan tertentu. Menurut
Davis (1981), komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian
dari satu orang ke orang lain.[1]
Belajar
komunikasi dapat membantu kita untuk melihat sesuatu yang tidak pernah kita
lihat sebelumnya, untuk melihat apapun yang asing bagi kita setiap hari.[2]
Artinya sebagai manusia kita mempunyai kemampuan untuk menerima sesuatu yang
baru setiap waktu karena dunia ini bejalan dinamis. Komunikasi menjadi sarana
bagi kita untuk mengolah sesuatu yang baru itu untuk kita cerna sebagai informasi
yang berguna bagi kita sendiri, tentu dengan berbagai macam pertimbangan yang
kita buat atas informasi tersebut.
Komunikasi
mengajak seseorang untuk mempunyai kebiasaan mendengarkan. Tanpa mendengarkan,
seseorang tidak mungkin dapat menyampaikan suatu pesan verbal. Berbeda cerita
bila kita dihadapkan pada situasi orang tersebut mengalami cacat fisik yang
mengakibatkan tidak bisa berkomunikasi secara verbal. Hal ini menguraikan bahwa
komunikasi dapat dibedakan menjadi komunikasi verbal dan non-verbal. Komunikasi
verbal mengajak seseorang untuk mencari solusi atas kecenderungan manusia untuk
memperoleh informasi tentang dunia di sekitarnya.
Maka
dari itu setiap individu berusaha untuk saling berbagi informasi melalui
berbagai media. Sejak zaman dahulu, manusia sudah berusaha menciptakan berbagai
media tersebut, mulai dari menulis di kulit binatang, perkamen, batu, tanah
liat dan sebagainya. Di era globalisasi ini, sarana komunikasi berkembang ke
tahap jurnalistik seperti koran, majalah, bulletin atau apapun baik berupa
digital maupun cetak. Namun, seringkali kita kurang memahami arti komunikasi
itu sendiri termasuk komunikasi di dalam dunia jurnalistik.
Seiring
berkembangnya zaman, dunia tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sangat
luas dan tidak terjangkau. Munculnya teknologi modern membuat jarak menjadi
lebih mudah ditempuh oleh setiap individu. Keberadaan internet memiliki dampak
yang dualisme, antara yang baik dan yang buruk. Selain dapat membantu individu
dalam berkomunikasi, internet juga menggerus budaya baca melalui media cetak
yang saat ini semakin jarang digunakan, padahal dengan adanya media cetak
masyarakat dapat lebih dapat menangkap pesan yang disampaikan.
Pada
dasarnya setiap orang memiliki kecenderungan untuk mengekspresikan dirinya. Banyak
media yang dapat menampung kecenderungan tersebut, salah satunya adalah media
jurnalistik. Selain itu media jurnalistik adalah sarana komunikasi yang
menangkap realita sosial yang terjadi di masyarakat. Menurut Berger dan
Luckmann, realitas sosial dibagi ke dalam tiga macam yaitu realitas objektif,
realitas simbolik dan realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali
realitas objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi.[3]
Realitas
objektif terbentuk dari pengalaman dunia objektif yang berada di luar diri
individu dan realitas tersebut dianggap sebagai suatu kenyataan. Adapun
realitas simbolik adalah ekspresi simbolik dari realitas objek dalam berbagai
bentuk.[4] Jadi
realitas sosial tersebut menjadi lahan subur bagi dunia jurnalistik sebagai
pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Dunia jurnalistik berhasil
mencuri perhatian masyarakat akan pentingnya sebuah pesan yang berisi mengenai
realitas yang terjadi di masyarakat.
Indonesia
sebagai bangsa yang memiliki beragam suku dan budaya, memiliki potensi yang
baik untuk menjadi sebuah bangsa yang penuh dengan informasi. Namun hal ini
bisa menjadi bumerang bila komunikasi yang terjalin di dalamnya tidak berjalan
dengan baik. Media jurnalistik memegang peranan penting dalam perkembangan
masyarakat Indonesia. Banyak media yang seakan-akan berlebihan menyampaikan isi
berita yang jauh dari fakta yang terjadi sebenarnya.
Secara
sadar maupun tidak sadar, dunia jurnalistik dapat mempengaruhi kelangsungan
hidup masyarakat. Hal ini berkaitan dengan salah satu teori komunikasi yaitu
komunikasi massa. Komunikasi massa adalah bentuk institusi sosial yang
merupakan suatu kumpulan individu. Denis Mcquail mengatakan bahwa komunikator
dalam komunikasi massa bukan satu orang saja, melainkan suatu organisasi.[5] Artinya
komunikasi massa melibatkan banyak orang di dalamnya yang bila tidak hati-hati
dapat menimbulkan sebuah prasangka atau kehidupan yang saling bertolak
belakang. Bila hal itu terjadi akan mengakibatkan konflik sosial di antara
golongan. Dengan kata lain komunikasi yang terjadi di dalamnya adalah
komunikasi yang tidak sejalan dengan apa yang diharapkan, yakni adanya
pengertian satu sama lain.
Pesan
yang disampaikan melalui media jurnalistik dapat membuat paradigma masyarakat
menjadi paradigma yang sesuai dengan pesan tersebut. Masalahnya adalah nilai
objektifitas dari suatu media belum tentu sesuai dengan fakta yang terjadi.
Bila tidak dikritisi, hal ini dapat membuat masyarakat tidak memiliki
prinsip-prinsip hidup yang hanya mengikuti isi pesan tersebut.
Sulit
bagi masyarakat untuk memaknai suatu fakta kejadian bila di dalam media hanya
berisi data yang mentah saja, kecuali individu tersebut telah memiliki
pendidikan atau memiliki kesadaran yang cukup untuk memaknainya. Paradigma
masyarakat harus diubah seiring berjalannya perkembangan kehidupan
bermasayarakat di Indonesia, khususnya di dunia politik yang sekarang ini
menggerus masyarakat dari segala lapisan.
Dunia
jurnalistik memegang peranan yang kuat dalam kehidupan berpolitik di Indonesia.
Kehidupan politik yang dinamis tersebut secara langsung dan tidak langsung
memperngaruhi segala aspek kehidupan di dalam masyarakat. Butuh
individu-individu yang besikap kritis terhadap dinamika yang terjadi dalam
pemerintahan. Dunia jurnalistik mempunyai kemampuan untuk melakukannya sehingga
realitas sosial yang terjadi dapat diterima hingga masyarakat kelas bawah.
Dengan
demikian dapat kita tarik kesimpulan bahwa komunikasi dalam dunia jurnalistik
sangat mempengaruhi pola kehidupan bermasyarakat dari segala golongan. Adanya
media seperti Koran, majalah, buletin dan semacamnya mengasumsikan bahwa
masyarakat membutuhkan informasi aktual mengenai situasi yang terjadi di
sekitarnya. Banyak problematika kehidupan bermasyarakat yang dapat diangkat dan
disoroti melalui dunia jurnalistik. Hal ini semata-mata bertujuan menciptakan
masyarakat modern yang memiliki daya kritis terhadap suatu permasalahan
sehingga tercipta kehidupan yang harmonis di tengah masyarakat.
[1] Diunduh dari: http://kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/3d-KOMUNIKASI(revJan'03).doc,
pada 28
September 2011
[2]
Wood, Julia.2004.Communication theories
in action.Boston:Wadsworth,hal 2
[3] Seto Wahyu Wibowo, Indiwan.2011.Semiotika komunikasi.Jakarta:Mitra
Wacana Media.hal 126
[4] Ibid, hal 126
[5] Ibid, hal 126
0 comments:
Post a Comment