Friday, February 22, 2013

Sendangsono: Lourdes van Java


Bagi sebagian besar umat Katolik di Indonesia, Gua Maria Sendangsono adalah bagian tak terpisahkan dari rangkaian ziarah iman mereka. Kisah pembaptisan pribumi pertama di tempat itu  tak lain dipandang sebagai lahirnya Gereja Perdana di pulau Jawa.
Sendangsono merupakan nama sebuah sumber air di dusun Semagung, desa Banjaroyo, kecamatan Kalibawang, kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Lokasinya berada di lereng selatan bukit Menoreh, sebuah hamparan perbukitan kapur sisi barat Yogyakarta. Tempat ini berada sekitar 30 kilometer dari kota Magelang dan bisa dicapai melalui Jalan Godean atau Jalan Magelang.
Nama Sendangsono diambil dari kata Sendang dan Sono; Sendang berarti mata air, sedangkan kata Sono mau menunjuk pohon Sono yang letaknya persis di atas sendang tersebut. Sendangsono adalah tanah kelahiran bagi agama Kristiani di tanah Jawa. Dari sumber air tersebut Romo Fransiscus Van Lith SJ. ─ seorang Imam Belanda yang berkarya di wilayah Muntilan ─ membabtis 171 pribumi dengan liturgi Katolik pada tanggal 14 Desember 1904. Meskipun kawasan ini sudah dikenal sejak tahun 1904, namun Sendangsono baru diresmikan pada tanggal 8 Desember 1929 oleh Pastor Rp. Prennthaler, SJ.
Sendangsono memiliki kisah tersendiri tentang Gua Maria yang menjadi fokus utama perziarahan bagi umat Katolik. Patung Bunda Maria di Sendangsono merupakan hadiah dari Ratu Spanyol. Tidak mudah untuk membawanya ke Sendangsono mengingat pada saat itu transportasi belum memadai dan jalur yang ditempuh dari Kota menuju Sendang masih berupa hamparan jalan setapak.
Kawasan Sendangsono ditata ulang oleh Pastor Y.B. Mangunwijaya pada tahun 1970-an dan pernah mendapatkan penghargaan Aga Khan Award dari Ikatan Arsitektur Indonesia pada tahun 1991 pada bidang bentuk bangunan khusus pada kategori penataan lingkungan. Penghargaan tersebut memang pantas diberikan mengingat keindahan yang dapat kita rasakan di tempat itu. Bentuk pundak-berundak yang dinamis (mengingat lokasi yang berada di pegunungan) mampu membawa kita pada rasa kagum serta didukung oleh suasana hening yang dijaga di tempat itu.
Arsitektur Ala Romo Mangunwijaya
Bentuk arsitek yang dirancang oleh Pastor Y.B. Mangunwijaya ini merupakan bangunan yang unik. Jika kita memperhatikan dengan seksama, ada bentuk anak tangga bersusun selang-seling yang berbentuk segi enam. Pengunjung juga akan menemukan beberapa bangunan kapel yang memiliki nama-nama, misalnya ada Kapel Maria yang berisi patung Bunda Maria, Kapel Rasul yang menceritakan kisah perjuangan 12 rasul Kristus, dan Kapel Kristus yang terdapat patung Kristus disalib.
Bangunan Joglo berbentuk panggung juga dapat kita temukan di sini. Bangunan ini bisa kita gunakan untuk beristirahat atau tempat merenung dan berdoa kepada Tuhan. Ada unsur arsitektur Cina pada bangunan di Sendangsono. Selain corak warna merah yang dominan, beberapa ukiran dan bentuk tangganya menyerupai bangunan China namun memiliki corak Jawa. Inilah perpaduan beberapa unsur yang merupakan kelebihan dari Romo Mangun dalam merancang arsitektur Sendangsono, termasuk unsur Sumatra, Eropa, dan corak lainnya.
Kompleks Sendangsono terdiri atas beberapa bagian; ada kompleks makam, Guaa Maria, kapel-kapel, sumber mata air, dan bangunan joglo yang dapat digunakan untuk beristirahat.  Kita dapat mengunjungi makam Barnabas Sarikromo, yang merupakan sosok penting dalam pewartaan Gereja Katolik di tanah Jawa. Beliau adalah katekumen yang dibaptis pertama kali di Sendangsono dan mewartakan Injil ke berbagai daerah sekitar meskipun memiliki kekurangan fisik.
Di sepanjang jalan menuju Gua Maria, kita dapat menemukan fragmen-fragmen yang menceritakan perjalanan Yesus Kristus dalam mewartakan kabar gembira. Di setiap fragmen terdapat tatakan lilin di mana umat dapat menyalakan lilin yang menambah suasana damai di tempat itu.
Air dari sendang tempat pembabtisan pertama tersebut juga dapat kita nikmati. Air itu dialirkan melalui kran-kran yang dapat kita gunakan untuk mencuci muka, meminum, bahkan membawa pulang air ini dengan menyimpannya ke dalam botol.
Sendangsono merupakan tempat yang sangat tenang, sejuk, dan hening, sehingga sangat layak bagi pengunjung untuk merenung dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Pengunjung tidak ditarik tiket retribusi apa pun karena Gereja Promasan yang bertanggung jawab atas pengelolaan tempat ini memang tidak mengizinkan adanya penarikan biaya, termasuk untuk toilet, namun pengunjung hanya ditarik karcis parkir yang pengelolaannya dipegang oleh pemerintah daerah.
Dari Rosario sampai Sengsu
Selain melakukan ritual ibadah, pengunjung juga dapat sekadar menikmati pemandangan alamnya yang memang asri dan indah. Gemericik air yang mengalir melalui sungai yang membelah kompleks Sendangsono  menambah suasana doa yang mampu menyentuh lubuk hati kita yang paling dalam.
Terdapat banyak kios pedagang di sekitar lingkungan Sendangsono yang menjajakan suvenir rohani, semacam salib, kaos, lukisan, maupun peralatan untuk beribadah semacam lilin, bunga, dan untaian rosario. Selain itu banyak penjual makanan di sekitar sendang. Makanan yang paling khas di tempat ini adalah Rica-rica anjing atau yang sering disebut sengsu (oseng-oseng asu).
Para pengunjung tidak hanya orang yang beragama Katolik. Banyak yang datang ke tempat ini untuk menikmati kesunyian yang sangat jarang didapatkan di tengah kota. Selain itu, suasana Sendangsono sangat mendukung untuk refleksi diri, menyadari segala sesuatu yang terjadi pada diri kita. Mudahnya, kita dapat menemukan Tuhan dalam kesunyian Sendangsono.
Sulit bagi kita untuk menemukan tempat yang begitu nyaman untuk menenangkan diri, Sendangsono salah satunya. Semilir angin berhembus ditambah suara gemericik air menyambut aura hangat yang memancar dari setiap sudut Sendangsono. Di tempat inilah kita dapat menemukan diri kita seutuhnya di hadapan Sang Pencipta.
Ad Maiorem Dei Gloriam

0 comments: