Belajar dari Hercules
Oleh : Ignatius Fajar Santoso
"Sebetulnya saya
sedang butuh pesawat angkut berat untuk memperkuat Angkatan udara. Saya
mendengar tentang pesawat Hercules, seperti apa ya bentuknya?" Begitulah kata-kata yang terlontar dari mulut Presiden Republik
Indonesia Ir.Soekarno kepada Presiden Amerika Serikat John Kennedy. Sejak saat
itu, Angkatan udara Indonesia diperbolehkan memakai jasa pesawat Hercules
buatan Locheed Martin Amerika Serikat dengan 10 pesawat pertama, yakni 8 kargo
dan 2 tanker. Indonesia boleh bangga karena pada tanggal 18 Maret 1960 menjadi
militer kedua setelah AS yang diperkuat oleh Hercules, apalagi pada saat itu
Angkatan Udara Indonesia menerbangkan sendiri pesawat bermesin torboprof
Allison T56A-7 Hercules sejauh 13.000 mil dari Marietta, Georgia, AS ke
Jakarta.
Sebagai sebuah lembaga, TNI berperan
untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum. Tetapi apakah peran itu sudah
berjalan dengan baik? Kecelakaan Armada Hercules yang menjadi salah satu armada
kebanggaan TNI-AU menjadi contoh dari minimnya perhatian pemerintah terhadap
perawatan truk terbang tersebut. Sejak dibeli, Hercules mengalamai beberapa
kali kecelakaan. Pada misi Dwikora 1 September 1965, Hercules C-130B dengan
nomor registrasi T-1307 hilang. Selain itu pada 16 September 1965 Hercules
dengan nomor registrasi T-1306 tertembak oleh pasukan sendiri di Long Bawang.
Lalu Hercules Patroli Maritim A-1322 mengalami kecelakaan di Sibayak, dan yang
lebih tragis setelah HUT TNI 5 Oktober 1991, sebuah pesawat Hercules jatu di
Condet, Jakarta Timur dengan membawa 121 angota pasukan khas menuju Bandung . Bagaimana
peristiwa-peristiwa tersebut dapat terjadi padahal pesawat tersebut merupakan
pesawat yang tergolong mutahir? Dari peristiwa terakhir jatuhnya pesawat Hercules C-130 (A-1325) di
Magetan, Jawa Timur, Kamis 21 Mei 2009, pihak TNI belum menemukan penyebab yang
pasti kecelakaan tersebut sampai dengan Jumat, 22 Mei 2009. Menurut Kepala
Dinas Operasi Lanut Iswahjudi kolonel Nanang Santoso dan Komandan Lanud TNI-AU
Iswahjudi Marsekal Pertama Bambang Samoedro, penyebab kecelakaan dimungkingkan
oleh kabut rendah ataupun mesin pesawat yang bermasalah. Dari dugaan ini
terlihat bahwa TNI-AU belum maksimal dalam persiapan penerbangan. Seharusnya
penyebab-penyebab kecelakaan ini dapat dihindari dengan antisipasi sebelumnya. Harus
ada persiapan yang matang dari TNI untuk menjalankan setiap misinya. Segala
kemungkinan yang akan terjadi seharusnya dapat diperhitungkan secara rinci. Kecelakaan
pesawat yang menewaskan 101 penumpang dan 4 warga ini tidak menggambarkan peran
TNI untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum. Justru sebaliknya, kecelakaan
ini membuat warga menjadi cemas, seperti yang dialami oleh warga di Desa
Geplak, kecamatan Karas, kabupaten Magetan yang menjadi korban jatuhnya pesawat
C-130 Hercules Alpha 1325 itu.
Dengan adanya peristiwa kecelakaan ini, diharapkan kita sebagai
bangsa bisa belajar dari kelalaian yang
dibuat. Sebagai lembaga keamanan dan pertahanan Nasional, TNI harus bertindak
untuk semakin memperbaiki kinerjanya. Faktor human error semaksimal mungkin dapat dihindari. TNI juga harus
semakin jeli terhadap situasi dan kondisi sekitar yang memungkinkan untuk
menjalankan tugas. Tetap harus ada komitmen politik dari pemerintah untuk tidak
menganaktirikan sistem pertahanan nasional Sikap profesional juga dituntut bagi
para prajurit, sehingga TNI benar-benar menjadi sebuah lembaga pemerintah yang
menunjukkan perannya bagi Negara.
0 comments:
Post a Comment