Friday, February 22, 2013

Belajar dari Hercules


Belajar dari Hercules
Oleh : Ignatius Fajar Santoso 

"Sebetulnya saya sedang butuh pesawat angkut berat untuk memperkuat Angkatan udara. Saya mendengar tentang pesawat Hercules, seperti apa ya bentuknya?" Begitulah kata-kata yang terlontar dari mulut Presiden Republik Indonesia Ir.Soekarno kepada Presiden Amerika Serikat John Kennedy. Sejak saat itu, Angkatan udara Indonesia diperbolehkan memakai jasa pesawat Hercules buatan Locheed Martin Amerika Serikat dengan 10 pesawat pertama, yakni 8 kargo dan 2 tanker. Indonesia boleh bangga karena pada tanggal 18 Maret 1960 menjadi militer kedua setelah AS yang diperkuat oleh Hercules, apalagi pada saat itu Angkatan Udara Indonesia menerbangkan sendiri pesawat bermesin torboprof Allison T56A-7 Hercules sejauh 13.000 mil dari Marietta, Georgia, AS ke Jakarta.
            Sebagai sebuah lembaga, TNI berperan untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum. Tetapi apakah peran itu sudah berjalan dengan baik? Kecelakaan Armada Hercules yang menjadi salah satu armada kebanggaan TNI-AU menjadi contoh dari minimnya perhatian pemerintah terhadap perawatan truk terbang tersebut. Sejak dibeli, Hercules mengalamai beberapa kali kecelakaan. Pada misi Dwikora 1 September 1965, Hercules C-130B dengan nomor registrasi T-1307 hilang. Selain itu pada 16 September 1965 Hercules dengan nomor registrasi T-1306 tertembak oleh pasukan sendiri di Long Bawang. Lalu Hercules Patroli Maritim A-1322 mengalami kecelakaan di Sibayak, dan yang lebih tragis setelah HUT TNI 5 Oktober 1991, sebuah pesawat Hercules jatu di Condet, Jakarta Timur dengan membawa 121 angota pasukan khas menuju Bandung. Bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut dapat terjadi padahal pesawat tersebut merupakan pesawat yang tergolong mutahir? Dari peristiwa terakhir jatuhnya pesawat Hercules C-130 (A-1325) di Magetan, Jawa Timur, Kamis 21 Mei 2009, pihak TNI belum menemukan penyebab yang pasti kecelakaan tersebut sampai dengan Jumat, 22 Mei 2009. Menurut Kepala Dinas Operasi Lanut Iswahjudi kolonel Nanang Santoso dan Komandan Lanud TNI-AU Iswahjudi Marsekal Pertama Bambang Samoedro, penyebab kecelakaan dimungkingkan oleh kabut rendah ataupun mesin pesawat yang bermasalah. Dari dugaan ini terlihat bahwa TNI-AU belum maksimal dalam persiapan penerbangan. Seharusnya penyebab-penyebab kecelakaan ini dapat dihindari dengan antisipasi sebelumnya. Harus ada persiapan yang matang dari TNI untuk menjalankan setiap misinya. Segala kemungkinan yang akan terjadi seharusnya dapat diperhitungkan secara rinci. Kecelakaan pesawat yang menewaskan 101 penumpang dan 4 warga ini tidak menggambarkan peran TNI untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum. Justru sebaliknya, kecelakaan ini membuat warga menjadi cemas, seperti yang dialami oleh warga di Desa Geplak, kecamatan Karas, kabupaten Magetan yang menjadi korban jatuhnya pesawat C-130 Hercules Alpha 1325 itu.
Dengan adanya peristiwa kecelakaan ini, diharapkan kita sebagai bangsa bisa  belajar dari kelalaian yang dibuat. Sebagai lembaga keamanan dan pertahanan Nasional, TNI harus bertindak untuk semakin memperbaiki kinerjanya. Faktor human error semaksimal mungkin dapat dihindari. TNI juga harus semakin jeli terhadap situasi dan kondisi sekitar yang memungkinkan untuk menjalankan tugas. Tetap harus ada komitmen politik dari pemerintah untuk tidak menganaktirikan sistem pertahanan nasional Sikap profesional juga dituntut bagi para prajurit, sehingga TNI benar-benar menjadi sebuah lembaga pemerintah yang menunjukkan perannya bagi Negara. 

0 comments: