Friday, March 8, 2013

Jurnalisme dalam Jurang Moralitas



Kebenaran adalah sederhana, kebenaran tidak memerlukan tipu muslihat untuk meyakinkannya
- Seneca -
Rumput-rumput bergoyang, terhempas oleh angin sepoi kota Washington. Sebuah bis sekolah berwarna kuning membawa siswa-siswi bersama dengan para pendamping menuju sebuah tempat. Sepotong percakapan kecil seorang anak dan wanita dengan blazer abu-abu memulai petualangan besar yang menggoncang Amerika Serikat.

Sebuah ballpoint dan secarik kertas menjadi senjata bagi Rachel Amstrong (Kate Beckinsale) untuk mengungkap sebuah rahasia Amerika. Bekerja di sebuah media massa terkenal, Capitol Sun-Times, Rachel mendapat kesempatan untuk menulis sebuah berita mengenai hal yang dianggap tabu oleh pemerintah.

Pagi itu kota Washington dan seluruh pelosok Amerika gempar. Headline koran Sun-Times memuat informasi mengenai Van Doren. Sebelumnya, tidak ada yang mengetahui siapakah orang ini. Rachel Amstrong berhasil mengungkap fakta seorang agen rahasia CIA yang sedang menjalankan tugas penyamaran itu. Pemerintah kelabakan. Bagaimana mungkin sebuah rahasia Negara dapat dibocorkan kepada publik?

Sejak kejadian itu, Rachel terus diburu oleh pemerintah. Patton Dubois (Matt Dillon), seorang jaksa penutut, menjadi orang pertama dan utama yang ditugaskan untuk mengungkap dalang di balik terungkapnya fakta mengenai Van Doris. Rachel terus menerus dicecar untuk memberitahu sumber informasi berita tersebut.

Menjadi seorang wartawan membuat Rachel memegang teguh prinsip-prinsip dalam dunia jurnalisme, termasuk dalam hal melindungi narasumber. Tidak mudah bagi pemerintah untuk mendapatkan informasi dari Rachel. Ia tetap menjaga rahasia identitas narasumbernya hingga pada suatu ketika, hakim Hall (Floyd Abrams) menjebloskannya ke penjara.

Tidak ada lagi blazer abu-abu, ballpoint, ataupun secarik kertas untuk Rachel. Hidupnya benar-benar berubah. Tempat tidur bertingkat-tingkat dalam sebuah barak menjadi tempat baru baginya. Rachel tak lagi dapat menikmati kebebasan, bahkan untuk bertemu dengan anak yang sangat dicintainya, Timothy. Hubungannya dengan sang suami, Ray Amstrong, juga semakin tidak jelas, apalagi ketia Ray telah memiliki kekasih baru. Perubahan drastis yang terjadi dalam hidup Rachel membuat ia depresi. Bagaimana mungkin sebuah berita membuat dirinya mengalami semua hal yang tidak pernah dipikirkan.

Selama dalam penjara, Rachel terus diburu oleh Jaksa Stewart Dubois. Ia selalu dipaksa untuk memberitahu narasumber yang memberikannya informasi mengenai Van Doren. Rachel tetap bersikeras pada pendiriannya. Ia tak mau mengungkap sosok di balik beritanya. Hingga pada suatu ketika, hakim memutuskan untuk membebaskan Rachel karena berpikir tak ada gunanya Rachel dalam penjara. Ia tidak akan merubah keputusan melindungi narasumbernya.

“Wanita ini adalah seorang kriminal karena ia melindungi seorang kriminal,” ungkap Jaksa Stewart. Ia tidak menerima keputusan hakim. Tapi toh palu sudah diketuk. Rachel akhirnya bebas dari penjara yang telah menjerat kebebasannya selama satu tahun penuh.

Cerita belum selesai, Rachel kembali dituntut dua tahun penjara oleh Jaksa Stewart. Ia mendakwa Rachel tidak menghormati pengadilan dengan menolak menyebutkan narasumbernya. Udara segar yang sempat dihirup kini ditarik kembali dari kehidupannya. Semua harapan tentang Timothy, tentang Ray, tentang karirnya melayang hingga dua tahun ke depan. Rachel kembali masuk ke dalam bui.
Seorang wanita dengan blazer abu-abu muncul kembali dalam sebuah bayang flashback. Wanita itu terlihat bercakap-cakap dengan seorang anak kecil yang tidak lain adalah Allison, anak kandung dari Van Doren. Itu artinya?
***
Film “Nothing but the Truth” mengajak kita untuk melihat sebuah hal dalam dunia ini dari sudut pandang yang berbeda. Banyak orang di luar sana yang tidak mampu menjaga prinsip-prinsip hidup ketika dihadapkan dalam sebuah penderitaan. Manusia memang memiliki naluri untuk lari dari permasalahan, menjauhi resiko, dan akhirnya terjatuh dalam jerat kehidupan yang statis.

Berbeda dari yang lain, pekerjaan sebagai wartawan menjadikan seseorang untuk berani memegang resiko yang besar ketika mengungkap sebuah rahasia, apalagi dalam hal ini adalah sebuah rahasia Negara. Seorang wartawan dituntut dalam perjudian besar antara keberanian menyuarakan fakta atau terjerembab dalam kegelisahan nurani.

Terlepas dari pada itu, sebagai homo socius, kita diharapkan mampu memiliki prinsip-prinsip hidup yang erat kaitannya dengan kehidupan bersama. Satu hal yang paling mendasar adalah ketika manusia sanggup menjalani hidup dengan prinsip kebenaran moral. Ada tiga aspek yang menjadi rangkaian fundamen dari kebenaran moral, yakni kredibilitas, integritas, dan kesopanan.

Kredibilitas adalah aspek utama yang diharapkan ada dalam setiap manusia, termasuk di dalamnya adalah seorang jurnalis. Tanpa adanya kredibilitas, aspek-aspek kebenaran moral tidak akan tercapai dalam kehidupan. Seseorang yang memiliki kredibilitas dipandang sebagai pribadi yang berkarakter kuat. Kesadaran etik yang dibangun dengan pondasi kredibilitas mengandung kekuatan yang tidak mampu digeser oleh iming-iming atau godaan tertentu. Salah satu indikator kredibilitas yakni memegang teguh fakta-fakta yang terjadi dan menyampaikannya dengan tanggung jawab tanpa harus takut akan resiko yang dihadapi.

Selain itu, pribadi yang berkarakter adalah seseorang yang mampu memiliki aspek integritas dalam dirinya. Stephen Carter mendefinisikan integritas sebagai sebuah sikap yang mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, artinya manusia mampu membaca segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya secara utuh, tanpa harus terjebak pada satu sudut pandang. Dengan mengetahui hal-hal tersebut (baik dan salah), manusia dapat mengambil sikap yang tepat terhadap sebuah problematika kehidupan. Integritas membawa seseorang kepada kesadaran pentingnya moralitas karena di dalamnya manusia memiliki dasar etik yang membuat dirinya bertindak dengan nilai yang berbeda, yakni nilai kebenaran.

Satu hal lain yang menjadikan seseorang memiliki kesadaran moral yakni civility atau kesopanan. Civility menjadi sebuah kompas bagi manusia dalam menemukan arti moralitas yang sesungguhnya. Hal ini tidak lepas dari keberadaan aspek civility sebagai refleksi atas nilai-nilai utama di dalam kebanyakan agama di dunia. Kesopanan dapat membangkitkan pengorbanan diri dan perhatian (respect) sebagai penguatan tercapainya kebenaran moral.

Pada dasarnya, setiap orang mampu menghadirkan ketiga aspek kebenaran moral tersebut (kredibilitas, integritas, dan kesopanan). Kecenderungan manusia untuk memperoleh kebenaran harus diimbangi dengan kesadaran etik dalam proses mencapainya. Kesadaran etik akan mendorong manusia mengaktualisasikan dirinya dalam kerangka kebenaran moral tersebut. Dengan menjadikan kebenaran moral sebagai landasan hidup, manusia dianggap mampu menjalani proses pembentukan karakter dalam kawah candradimuka, artinya manusia mampu hidup bersama dengan manusia lain yang tidak mungkin tidak mengandung problematika sosial.

Manusia dengan kesadaran moral adalah manusia yang memiliki suara hati. Dalam kesadaran moral, manusia sadar bahwa ia mutlak untuk memilih yang benar. Akar dari kesadaran moral adalah hati nurani, yaitu kesadaran di dasar hati bahwa kita harus memilih yang baik, jujur, adil, dan seterusnya. Kesadaran itu kita sadari langsung sebagai jawaban terhadap suatu tuntutan dari sebuah realitas yang kita hadapi, yang daripadanya kita tidak dapat lari, di mana sikap terhadapnya menentukan mutu kita sebagai manusia.

Seorang jurnalis seperti Rachel Amstrong, baik sadar maupun tidak sadar, telah memiliki ketiga aspek kebenaran moral tersebut sehingga apapun resiko yang dihadapinya, ia tetap memegang teguh prinsip-prinsip jurnalismenya, yakni dengan tidak mengatakan narasumbernya yang tidak lain adalah Allison, teman satu sekolah anaknya, Timoty, yang sekaligus adalah anak dari Van Doren sendiri. Rachel telah menunjukkan bahwa kesadaran etik membawanya sampai pada kebenaran moral yang menjadikan dirinya sebagai pribadi yang rela berkorban demi sebuah keyakinan.

Semoga saja kita semua mampu menjadikan diri kita sebagai pribadi yang memiliki kesadaran akan kebenaran moral, menjadikan kesadaran etik sebagai pendorong aktualisasi diri yang positif, dan dapat menjalani proses kehidupan dengan nilai-nilai yang luhur. Kebenaran adalah sebuah kesederhanaan yang  tidak memerlukan tipu muslihat untuk meyakinkannya.

Mungkin review ini dapat diakhiri dengan melupakan siapa penulis artikel ini yang terlihat sok bijak, sok kritis, sok pintar, dan sok berbobot. Penulis hanya seorang mahasiswa yang tidak memiliki banyak pengetahuan dan  belum memiliki banyak pengalaman menjalani kehidupan seperti halnya John Henry Newman, Seneca, atau Hugo Chaves yang menjadi bagian dalam sejarah dunia.

Selasa, 6 Maret 2013
Ketika Presiden Venezuela menghembuskan nafas terakhir
Ad Maiorem Dei Gloriam

0 comments: