SEBUAH PROFIL KOMUNITAS MOTOR BERNAMA GERTAC
“Geraaaaah!!” teriak Abeng,
salah satu mekanik salah satu bengkel motor di jalan Borobudur, Perumnas
Tangerang. Memang siang itu terik matahari sangat menyengat kulit, ditambah
pekerjaan Abeng yang mengharuskannya menguras lebih banyak tenaga. Dua motor
asal Jepang mengantri untuk diperbaiki.
Sisa-sisa oli
berceceran di teras bengkel, tempat motor-motor itu “dioperasi”, entah hanya
servis biasa, ganti oli, sampai turun mesin. Di sudut ruangan khusus spareparts, sebuah knalpot memikat hati
Ferry atau yang sering disapa dengan panggilan “Blue”.
“Knalpot siapa nih?” tanya Blue kepada
Abeng dengan raut wajah penasaran. “Punya si Dika, yang biasa bawa Tiger ke
sini,” jawab Abeng sambil membersihkan karburator dengan angin kompresor.
Blue terus memegang knalpot itu,
merasakan getaran keinginan untuk memilikinya. Diraba-raba, dielus-elus, dilihat
secara detail dan akhirnya ia memutuskan untuk bertemu dengan Dika, sang
pemilik knalpot yang kebetulan tidak berada di bengkel saat itu.
Satu hari Blue menyempatkan diri mencari
orang yang bernama Dika itu. Hasilnya nihil. Dika tidak dapat ditemukan. Dua
hari, tiga hari, Blue juga tidak dapat bertemu Dika. Satu minggu terlewati
akhirnya Blue melihat sosok Dika di bengkel yang sama. Terjadilah transaksi antara
pemilik knalpot dan konsumennya. Tanpa diduga, sebuah knalpot mengawali
lahirnya sebuah komunitas motor yang disebut sebagai GERTAC (Tiger Thunder
Community) Tangerang.
”Ya, Gertac berdiri
berawal dari sebuah knalpot. Dika yang punya dan gue yang bayarin tuh knalpot. Padahal
knalpotnya juga gak bagus-bagus amat. Dika pake Tiger, gue pake Thunder. Satu
lagi ada si Manis di bengkel si Abeng, waktu itu dia pake Thunder,”ujar Blue
kepada saya. Manis adalah nama panggilan bagi Ferry Poerna Wijaya yang termasuk
ke dalam founder Gertac. Disebut Manis karena konon katanya dia selalu
memamerkan senyumnya ketika sedang berbicara.
Malam minggu itu saya
bertemu dengan Ferry Blue, Ferry Manis, Dika, dan beberapa member Gertac
lainnya di acara kopdar (kopi darat) yang rutin dilaksanakan oleh komunitas
ini. Letak lokasi kopdar tidak jauh dari terminal Cibodas, Perumnas II Karawaci
Tangerang, tepat di depan salah satu minimarket. Cuaca yang bersahabat semakin
memperhangat suasana kopdar. Satu per satu member Gertac berdatangan dengan
motor besarnya. Ada yang dari rumah, dari pulang kerja atau dari pulang kuliah.
Semuanya berkumpul di satu tempat untuk hobi yang sama.
Pada awalnya, nama Gertac
memiliki singkatan Sebelumnya Gerombolan Tiger
Thunder Community Tangerang. Tapi setelah beberapa waktu, nama itu mendapat
kritik dari Kapolres Tangerang dan beberapa komunitas motor untuk diganti, katanya
terlalu vulgar, apalagi dengan kejadian Gangster Motor di Bandung. Dengan
berbagai pertimbangan, akhirnya singkatan
Gerombolan Tiger Thunder Community Tangerang, diubah menjadi Tiger Thunder
Community Tangerang.
“Deklarasi pendirian
Gertac tepat pada tanggal 15 September 2007 dengan mengundang puluhan anak
yatim. Kami berusaha untuk memberikan kontribusi pada masyarakat. Jumlah member
Gertac tidak banyak, tapi kami mencoba untuk bersama-sama membangun hubungan
yang harmonis di lingkungan kami bernaung,” ujar Dika.
Jumlah member Gertac
memang tidak banyak. Saat ini secara administratif, Gertac memiliki 41 member
dengan latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang masih kuliah, ada pula yang
sudah berkeluarga. Tidak seperti stereotipe yang melekat pada anak-anak motor,
tidak ada yang berwajah seram di antara member Gertac. Mungkin hanya satu yaitu
mas Dwi Birong, tapi ketika berkenalan logat jawanya menghancurkan semua sisi
seramnya. Semua member Gertac berwajah bersahabat, mereka berpenampilan apa
adanya, entah itu yang berasal dari kota atau desa.
“Kami tidak menutup kemungkinan bagi siapa pun
untuk bergabung dengan Gertac. Asal dia punya motor batangan, apapun merknya,
bahkan di luar Tiger dan Thunder, kami menerima dengan senang hati. Bagi kami,
motor hanyalah sarana untuk mempererat tali persaudaraan. Fokus utama tetap
pada kegiatan menjalin hubungan yang harmonis sesama individu,” kata Freydie, koordinator
umum dari Gertac.
Malam semakin larut.
Waktu menunjukkan pukul 23.30. Perbincangan kami semakin lama semakin mendalam.
Jalanan sudah semakin sepi, hanya warung makan Pecel Lele dan Nasi Goreng yang
belum menutup lapak dagangnya. Sekitar 20 motor milik member Gertac berjejer
rapi di depan minimarket.
Komunitas Gertac
memiliki motto “Roar of Spirit Bikerholic” dengan pengertian bahwa setiap
member Gertac membawa semangat pecinta motor di setiap dentuman kuda besinya ke
mana pun dia pergi. Artinya, setiap member memiliki sense of belonging terhadap komunitas dan juga kepada pecinta motor
lainnya.
Sebagai sebuah
komunitas dan organisasi, Gertac menyadari posisi tersebut dalam kehidupan
setiap membernya. Artinya, Gertac memiliki prinsip bahwa yang harus diutamakan
adalah Keluarga, Pekerjaan/studi, dan setelah itu baru komunitas. Ada satu hal
yang menjadi tradisi dalam komunitas ini, yaitu kunjungan ke rumah member.
Dengan cara inilah Gertac ingin mengenalkan diri sekaligus berkenalan dengan
keluarga dari member itu sendiri. Dari sini akan terbangun rasa kekeluargaan
yang semakin erat. “Gue seneng pas anak-anak main ke rumah. Keluarga gue jadi
gak khawatir karena sudah tahu ke mana anaknya pergi,” ujar Elga, salah satu
member Gertac yang saat ini menjabat sebagai divisi Humas komunitas ini.
“Meskipun dengan member
yang tidak banyak seperti komunitas-komunitas besar di luar, Gertac memiliki nilai-nilai
tersendiri yang diperjuangkan sebagai sebuah organisasi. Nama Gertac menjadi
besar bukan karena jumlah member, tapi karena kekuatan organisasinya. Maka dari
itu setiap member Gertac akan masuk ke dalam lingkaran organisasi yang
membuatnya semakin berkembang,” ungkap Dika sambil menyeruput kopi hitam yang
sedikit lagi hanya tersisa ampasnya saja.
Non
Multa sed Multum. Kira-kira
istilah itulah yang mau menggambarkan Gertac. Bukan banyaknya, tapi
kualitasnya. Gertac dibangun di atas pondasi organisasi yang kokoh, artinya
Gertac tidak sekedar komunitas yang hanya kumpul-kumpul tidak jelas. Komunitas
ini mau membangun persaudaraan di antara pecinta motor tanpa meninggalkan
pembelajaran berorganisasi maupun pembelajaran-pembelajaran lainnya di luar
motor. Saat ini Gertac bergabung dalam sebuah wadah bernama Macan Besi
Indonesia (MBI). Dalam wadah itulah klub atau komunitas-komunitas motor
berkumpul untuk berbagi pengalaman atau mengadakan acara bersama, seperti pada
acara anniversary ke-5 Gertac yang dihadiri oleh ratusan hingga ribuan motor
dari macam-macam komunitas motor di kawasan Pasar Modern Karawaci Tangerang.
“Lima tahun sudah
Gertac berdiri. Masih banyak kekurangan di sana-sini. Namun kami percaya bahwa
tim yang solid akan tercipta ketika kekurangan tersebut menjadi kelebihan kami.
Artinya kami saling melengkapi satu sama lain di banyak hal, baik urusan motor
maupun urusan luar motor,” kata Freydie kepada saya.
“Gue ngerasa Gertac itu
bagian dari keluarga. Gue bisa cerita dan sharing tentang berbagai hal,
termasuk skripsi gue. Banyak masukan gue dapet di tempat ini,” sahut Elga yang
secara tiba-tiba muncul di belakang saya.
Hari mulai berganti,
pasukan Gertac mulai bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing. Seperti
biasanya, kopdar diakhiri dengan doa bersama untuk menjalani aktivitas seminggu
ke depan. Selesai berdoa, masing-masing member mulai menyalakan kuda besinya. Suasana
hangat itu akan kembali dirasakan seminggu ke depan.
Tepat pukul 01.30, saya
meninggalkan lokasi kopdar Gertac. Kantung mata mulai meminta untuk mengakhiri
petualangan hari itu. Menyusuri jalanan yang sepi, saya menuju tempat
peristirahatan. Bulan menyambut dengan hangat, sehangat pelukan seorang
sahabat. Salam Gertac Holic.