|
Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI |
Hampir enam puluh tujuh tahun Indonesia merdeka, namun
situasi negeri tidak ubahnya pada zaman penjajahan. Neo-kolonialisme merambah
politik Indonesia, semua berlomba-lomba mendapatkan hasil semaksimal mungkin
tanpa memandang rakyat yang semakin hari semakin menderita. Rakyat yang
memegang kedaulatan penuh dalam bangsa ini seolah-olah bertekuk lutut di
hadapan para pemegang kekuasaan dalam berbagai bidang pemerintahan, baik itu
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Mungkin masih ada pejabat yang bersih dari permainan
politik, namun hal itu tidak dapat menutupi kebobrokan dalam pemerintah yang
semakin parah. Kini korupsi menjadi barang biasa. Para pejabat yang tertangkap
seolah tidak memiliki malu. Mereka justru berkoar-koar ingin tetap berada pada
jabatannya. Apa hati nurani bangsa ini sudah mati? Di manakah hati nuranimu hai
para pejabat? Di saat rakyat kesulitan untuk mendapatkan kelayakan hidup,
justru engkau dengan senang hati berfoya-foya menghabiskan uang rakyat.
Saat ini bangsa Indonesia pun sedang dipimpin oleh seorang
Jenderal yang tidak memiliki kewibawaan penuh sebagai presiden. Tidak ada
kebijakan yang berani dari presiden yang membela kaum kecil dan lemah. Bila
dilihat, presiden seperti sedang disetir oleh oknum-oknum tertentu yang berada
dalam partai. Sekarang partai memang menjadi kendaraan politik yang strategis
dalam meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dalam memperkaya diri. Keadaan politik Indonesia sedang berada dalam
titik terendah dalam moralitas dan kemanusiaan.
Bagaimana
memperbaikinya (?)
Untuk situasi yang sedang chaos seperti ini, memang sulit dalam memilih solusi yang tepat,
efisien, dan strategis. Namun jika rakyat sungguh menginginkan perubahan yang
signifikan salah satu cara adalah dengan melakukan revolusi besar-besaran dalam
tubuh pemerintahan. Presiden harus berani bertanggung jawab atas segala
kekacauan yang telah terjadi. Presiden dan para pejabat yang memang tidak
memiliki kompetensi dalam bidangnya harus berani untuk mundur karena gagal
dalam memajukan bangsa ini. Jika tidak berani mundur, maka rakyat yang akan
menuntut mereka mundur karena kedaulatan dipegang teguh oleh rakyat.
Secara sistematis, rakyat memang diwakili oleh para pejabat
dalam DPR, namun situasi saat ini pun DPR tidak dapat menjalankan tugas dengan
baik. Jika demikian yang terjadi maka rakyat harus berani turun ke jalan untuk
melakukan sebuah perubahan yang mendasar. Tragedi 1998 menjadi contoh yang
sangat relevan bila diinginkan pemerintahan yang baru. Namun yang perlu dicatat
adalah perencanaan setelah terjadinya pembaharuan. Jangan sampai pemerintahan
di kemudian hari pun sama seperti yang terjadi setelah reformasi 1998.
Berbagai kasus korupsi yang terdapat dalam pemerintahan
jelas menjadi proyeksi bagaimana pemerintah tidak menjalankan amanah
sebagaimana mestinya. Rakyat sudah muak dan lelah melihat realita yang
menujukkan kerendahan moral para pejabat. Jika hal ini terjadi terus-menerus
bukan tidak mungkin Indonesia akan mengalami kekacauan dan pemerintah justru semakin
hancur oleh bumerang yang diluncurkannya sendiri. Maka dari itu semoga
pemerintah sadar akan realita ini dan berani untuk mundur... beri kesempatan pada yang sungguh kompeten di bidangnya.